Sabtu, 11 Juni 2016

KETIKA SANTRI BERPUASA




Bulan Ramadhan bagi seorang santri adalah bulan yang biasa saja, dalam hal berpuasa. Seorang santri sudah biasa melakukan puasa sunnah senin-kamis, puasa Nabi Daud, dan puasa yang lainnya. Sebelum berpuasa biasanya santri mengaji kitab bagaimana puasa kita diterima, syarat dan rukunnya, agar lebih afdhal menjalankan ibadah puasa. Maka bagi santri, puasa adalah merefleksikan kesantunan sosial, santri merasakan di Pesantren makan seadanya, tidur seadanya, air seadanya, sehingga ketika puasa santri mendapatkan kenikmatan yaitu bukan fisik saja dilatih tetapi hatipun harus dilatih.

Pada saat ini kita melihat sangat miris, dimana kelompok yang mengatasnamakan Islam, pada bulan Ramadhan banyak mengobrak-abrik warung makan. Bagi kelompok itu, adanya warung makan adalah suatu penghinaan, pasalnya mereka membuka warung itu ditengah-tengah orang yang berpuasa. Sedih dan tangis meliputi yang mempunyai warung makan, dimana dia melihat lauk yang dia masak dihamburkan ke tanah, warung banyak diobrak-abrik, dan otomatis mengalami kerugian yang besar. 

Bagi seorang santri, adanya warung makan tidak menjadi masalah, toh ketika puasa Sunnah banyak rumah makan yang buka, dan santri tetap puasa. Santri ketika puasa tidak manja, bahkan mereka justru karena terbiasa berpuasa, ketika tidak berpuasa hati mereka tidak tenang. Toh, lagian warung makan sudah sangat menghormati orang yang berpuasa, misalkan mereka menutup pintu dan kacanya dengan hordeng, agar orang yang berpuasa tidak melihat karena menghormati orang yang berpuasa.

Ada statment bahwa warung makan buka pada bulan Ramadhan sama saja membuka warung miras, padahal dalam puasa yang dilarang makan dan minum bukan menjual makanan dan minuman, dalam puasa ada rukhsah (keringanan) bagi orang sakit, wanita haidh, hamil, dan menyusui, mereka semua boleh tidak puasa, digantikan di hari lain, sehingga mereka butuh makan dan otomatis jika semua warung makan tutup bisa menyiksa orang yang terkena rukhsah.

Bagi santri berpuasa sudah biasa, iman mereka tidak manja, bukan seperti orang yang suka mengobrak-abrik rumah makan, mereka mayoritas bukan santri, jadi Islam kemaren sore yang imannya masih manja, sehingga mereka merasa terancam, padahal itu biasa saja. Maka bisa kita lihat tokoh Nasional seperti Gus Dur, Cak Nun, dan Lukman Hakim, mereka semua adalah santri, iman mereka tidak manja dalam menjalankan ibadah puasa, maka bagi mereka bukanya warung makan pada bulan Ramadhan tak menjadi masalah.

Sumber:islamramah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar