Rabu, 18 Mei 2016

MENYOAL KEBENARAN HUT PKI KE-102

             Oleh: K Ng H Agus Sunyoto
Ketegangan terkait peringatan ke-102 organisasi terlarang PKI telah memicu pro dan kontra, terutama dengan beredarnya kaos-kaos bergambar palu arit yang merupakan lambang PKI. Bahkan yang meningkatkan ketegangan, beredar isu bahwa kelompok yang mengatas-namakan PKI generasi baru akan mencetak dan menyebarkan 102.000 kaos bergambar palu arit sebagai simbol HUT PKI ke-102. Entah benar entah tidak ada kaos sejumlah 102.000, yang pasti di tengah masyarakat beredar aneka macam kaos bergambar palu arit, yang membuat gerah masyarakat yang anti PKI.

Itulah pengantar dari DISENENI (Diskusi Senen Pagi) di Pesantren Sufi yang menghadirkan Prof Gunawan Sempruli, Ph.D sebagai pembicara utama. Dengan suara berapi-api, Prof Gunawan Sempruli, Ph.D, mengungkapkan bagaimana sejak muncul pertama pada 9 Mei 1014 dengan nama ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereniging) yang dibentuk oleh H.J.F.M. Sneevliet bersama J. A. Brandsteder, H. W. Dekker, dan P. Bergsma,  ISDV sudah menunjukkan kecenderungan radikal dengan mempengaruhi organisasi VSTP (Vereeniging van Spoor - en Tramweg Personeel), buruh perusahaan trem dan kereta api yang moderat menjadi organisasi yang lebih modern dan agresif. “Bahkan di VSTP itu Sneevliet menemukan kader andalan, Sema’un, anggota Sarekat Islam yang bekerja di  perusahaan kereta api (Staat Spoorweg) sebagai buruh rendahan,” kata Prof Gunawan sempruli, Ph.D menjelaskan.
Di bawah kepemimpinan Sema’un, ungkap Prof Gunawan Sempruli, Ph.D, ISDV sering memelopori pemogokan-pemogokan sekaligus pengkaderan di tubuh Sarekat Islam, karena Sema’un merangkap jabatan Ketua VSTP sekaligus Ketua Sarekat Islam afdeeling Semarang. Setelah berhasil menggabungkan organisasi serikat sekerja ke dalam vaksentral, dalam rapat tahunan ISDV di Semarang pada 23 Mei 1920, atas usul ISDV cabang Semarang, ISDV secara formal dilebur menjadi Perserikatan Komunis Hindia (PKH), di mana Sema’oen menjadi presiden PKH, Darsono menjadi Wakil Presiden PKH, H.J.F.M. Sneevliet dan Notosoedirdjo menjadi penasehat. Bulan Desember 1920 PKH bergabung ke dalam Komunis Internasional (Komintern). Dalam Kongres II Perserikatan Komunis Hindia (PKH) di Jakarta pada bulan Juni  1924, disepakati nama Perserikatan Komunis Hindia (PKH) diubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI), di mana Aliarcham ditunjuk menjadi sekretaris partai. “Sejarah mencatat, sejak bernama ISDV, PKH sampai PKI, organisasi itu selalu menampakkan aksi-aksi radikal berupa pemogokan dan boikot-boikot yang merepotkan.Bahkan tahun 1926, PKI melakukan pemberontakan yang berakhir dengan kegagalan,” kata Prof Gunawan Sempruli, Ph.D.
“Mohon ijin interupsi, bapak professor,” Sufi Sudrun tiba-tiba menyela.
“Ya silahkan!” sahut Prof Gunawan Sempruli, Ph.D.
“Mohon kejelasan, bapak professor,” kata Sufi Sudrun meminta penjelasan,”Yang dimaksud PKI hasil jelmaan ISDV dan PKH itu kaum Sosialis-komunis yang mana ya?”
“Lho, lho, sampeyan itu bagaimana sih?” tukas Prof Gunawan Sempruli, Ph.D ketawa dengan nada merendahkan,”Bukankah sudah jelas bahwa PKI itu Sosialis-komunis, golongan penganut faham Marxisme? Memang ada Sosialis-komunis yang lain selain kaum Marxist?”
“Maafkan saya, bapak professor,” kata Sufi Sudrun sambil ketawa-ketiwi,”Yang saya maksud, apakah PKI jelmaan ISDV dan PKH itu adalah kaum Sosialis-Komunis Loyalis Marxist yang mengikuti W.I. Lenin ataukah Kaum Sosialis-demokrat  Reformis-revisionis penganut pemikiran  Karl Kautsky, Julius  Martov, Fedor Dan, Irakli Tsereteli?”
Prof Gunawan Sempruli, Ph.D, terdiam dengan kening berkerut. Setelah lewat lima menit, Prof Gunawan Sempruli, Ph.D berkata,”Menurut sampeyan sendiri bagaimana?”
“Menurut saya, H.J.F.M. Sneevliet, J.A.Brandsteder, H.W. Dekker, dan P. Bergsma itu penganut faham Reformis-revisionis Marxist, yaitu pengikut faham pemikiran Karl Kautsky, Julius  Martov, Fedor Dan, dan Irakli Tsereteli, sehingga tidak aneh sewaktu “Party of the People’s Freedom” bentukan  Kaum Borjuis Liberal Rusia yang disebut golongan Menshewik menggelar Revolusi Februari 1917 disambut dengan sangat antusias oleh H.J.F.M.Sneevliet. sebaliknya, saat kaum Bolshewik melancarkan Revolusi 1 Oktober 1917,  H.J.F.M.Sneevliet diam seribu bahasa,” kata Sufi Sudrun menjelaskan.
“Maaf bung Sudrun,” tukas Prof Gunawan Sempruli, Ph.D,”Apa relevansi penjelasan sampeyan tentang keberadaan golongan reformis-revisionis Marxist dengan golongan Loyalis Marxist dalam konteks diskusi kita?”
“Begini bapak professor,di awal diskusi tadi sampeyan menyatakan bahwa 9 Mei 1914 adalah waktu lahirnya ISDV yang berubah menjadi PKH dan menjelma jadi PKI. Karena itu, tanggal 9 Mei 2016 ini adalah HUT PKI yang ke-102. Tanpa menjelaskan bahwa ISDV adalah organisasi Sosialis-demokrasi yang merupakan organisasi bagi golongan reformis-revisionis Marxist, masyarakat akan beranggapan bahwa yang lahir 9 Mei 1914 adalah PKI Marxist-Leninis-Stalinis yang dilarang di negeri ini. Ini harus diluruskan prof, agar semua jelas dan tidak mengacaukan sejarah.”
“Interupsi, kang,” seru Dullah tiba-tiba menyela.
“Ya, silahkan!”
“Mohon dijelaskan kang, apa perbedaan Sosialis-komunis Loyalis Marxist dengan Sosialis-demokrat Reformis-revisionis?” kata Dullah dengan nada tanya.
“Yang disebut golongan Sosial-demokrat, adalah golongan memiliki pandangan bahwa revolusi yang harus dijalankan adalah Revolusi Borjuis-Demokratik, yaitu revolusi yang menopang kekuasaan Borjuis-demokratis yang menjalankan tugas-tugas borjuis-demokratik dan berlanjut ke tugas-tugas sosialis, di mana saat kekuasaan sudah mapan akan diserahkan kepada golongan proletar yang akan menegakkan diktator proletariat. Nah, dalam Revolusi Ferbuari 1917, kaum Sosialis-demokrat Rusia justru berusaha memperkuat monarkhi dan didukung oleh Perancis, Amerika Serikat, Jepang,  dan Inggris. Karena Revolusi Februari 1917 tidak kunjung mewujudkan pemerintahan proletar sebaliknya memperkuat monarkhi, golongan loyalis Marxist melakukan Revolusi Oktober 1917 dengan mengambil-alih kekuasaan dari golongan Sosial-demokrat, sehingga Perancis, Amerika Serikat, Jepang, dan Inggris yang membela golongan Sosial-demokrat menginvasi Uni Soviet.”
“Lho, lho, lho,” seru Dullah terkaget-kaget,”Katanya Sosialis-demokrat, kok dibantu Negara-negara Kapitalis?”
“Itulah perbedaan Sosialis-demokrat dengan Sosialis-komunis.”
“Berarti, 9 Mei 1914 itu bukan lahirnya PKI loyalis Marxist yang dilarang di negeri ini ya kang? Sebaliknya adalah hari lahir ISDV, organisasi Sosialis-demokrat yang sejatinya adalah kaki tangan Kapitalis,” kata Dullah menyimpulkan.
Sufi Sudrun mengacungkan jempol.
Prof Gunawan Sempruli, Ph.D, termangu-mangu bingung sambil garuk-garuk kepala. Sebentar kemudian, ia bertanya,”Jika ISDV sejatinya bukan Sosialis-komunis loyalis Marxist, kader-kader yang dibina sejak 1914 hingga memberontak 1926 itu ke mana?”
“Wah soal itu, silahkan professor membaca disertasi almarhum doctor Wijaya Herlambang yang berjudul ‘Kekerasan Budaya Pasca 1965’ yang sudah diterbitkan menjadi buku. Di situ sampeyan akan tahu, apa yang sudah dilakukan oleh golongan Sosialis-demokrat dalam merancang dan menskenario perubahan sosial.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar