Gerakan
Pemuda Ansor (GP. Ansor) yang kita kenal sekarang mempunyai sejarah panjang
dalam kaitannya dengan gerakan maupun pemikirannya. Kebesaran Ansor
setidak-tidaknya berhubungan dengan masa lalunya yang sangat erat kaitannya
dengan kelahiran Nahdlatul Ulama baik sebagai jamaah maupun sebagai jam’iyyah.
Namun bukan berarti pergerakan Ansor tidak
mengalami fluktuasi, bahkan Ansor meminjam istilah Choirul Anam (1995) “telah
lama mati”, jika saja –waktu itu- pemuda Chusaini Tiway dan KH.Abdul Wachid
Hasyim tidak turun tangan untuk menghidupkan Ansor kembali pada jaman perang
kemerdekaan, setelah dalam rentang yang cukup lama Ansor dibuat mati oleh
pemerintah militer Jepang (gunseikanbu) di Indonesia dan anggotanya
sibuk menjadi laskar Hizbullah.
Sebagai organisasi pemuda yang boleh diklaim
terbesar di tanah air GP. Ansor telah melakukan peran-peran strategis kaitannya
dengan persoalan kenegaraan, kebangsaan, kepemudaan dan keagamaan. Meski peran
ini juga mengalami pasang surut. Namun dalam konteks keindonesiaan, jelas peran
Ansor sangat beragam – meski tidak selalu dominan-, namun sayang dalam tinta
emas sejarah nasional Indonesia
perannya seakan-akan dikaburkan.
Menjawab hal itu memang bukan dengan protes atas
naskah-naskah sejarah saja, tapi yang lebih penting bagaimana peran GP. Ansor
hari ini dan untuk masa depan Indonesia
dan bahkan Islam sekalipun. Kegagapan GP. Ansor dalam menghadapi dan mengisi
roda pembangunan bangsa hanya akan menjadi semakin kaburnya sejarah peran emas
GP. Ansor masa lalu. Tanggung jawab untuk terus membesarkan GP. Ansor ada di
pundak para anggota Ansor, sehingga GP. Ansor tetap bisa menjadi garda depan (avant
gard) pemuda Indonesia .
GP.
Ansor dalam Perspektif Sejarah Kelahiran
Untuk
mengungkap sejarah panjang Ansor tersebut, tidak bisa tidak harus memperhatikan
latar belakang berdirinya Ansor.
Organisasi ini dilahirkan pada tanggal 24 April 1934 M/10 Muharram 1353 H, oleh
muktamar NU ke-9 di kota
Banyuwangi Jawa Timur. Awalnya disebut ANO (Anshor Nahdlatul Oelama). Nama
Ansor tidak diambil begitu saja tetapi atas saran KH. Wahab Chasbullah yang
dinisbatkan pada dua momentum sejarah yang diabadikan dalam al-Qur’an, yakni
pertama, manifesto hawariyyin yang membela Nabi Isa As, dan kemudian
kedua, pada kaum di Yatsrib (Madinah) yang sangat berjasa kepada Kanjeng Nabi
Muhammad SAW dan Islam tatkala menolong dan menyambut dengan takdzim
kedatangan Nabi ketika hijrah dari Makkah. Dalam muktamar ini pula ANO disahkan
masuk dalam jajaran departmen (bagian pemuda) melengkapi departemen yang sudah
ada sebelumnya di NU yaitu: Dakwah, Ma’arif, Ekonomi dan Mabarrot. Tokoh pemuda
NU yang ditugasi mengebangkan ANO antara lain: Thohir Bakri (juga pendiri
Sarbumusi) dan Abdullah Ubaid (Ketua Persatuan Pemuda NO/PPNO tahun 1932), yang
langsung mendapat bimbingan seorang Kyai muda yang sangat energik KH. A.
Wahab Chasbullah sehingga ANO bisa tersebar kemana-mana.
Namun
jauh sebelum itu embrio lahirnya Ansor telah mulai tumbuh, dimulai dengan
berdirinya Nahdlatul Wathan (Kebangunan Tanah Air) di Surabaya pada
tahun 1916 atau sepuluh tahun sebelum lahirnya NU. Pendiri Nahdlatul Wathan ini
adalah KH. Wahab Chasbullah, KH. Mas Mansur, H. Abdul Kahar, Soejoto dan HOS.
Tjokroaminoto, waktu itu mereka adalah sama-sama anggota Sarikat Islam.
Kelahiran organisasi ini kemudian disambut antusias oleh umat Islam teutama
dikalangan para pemuda Islam.
Disusul
kemudian dengan lahirnya Tashwirul Afkar, awalnya adalah sebuah
perkumpulan di bidang sosial, pendidikan dan dakwah oleh KH Wahab Chasbullah
dan KH Mas Mansur yang dibantu oleh KH A. Dachlan Achyat dan P. Mangun.
Organisasi ini lahir dari diskusi dan perdebtan panjang mengenai masalah
keagamaan dan kemasyarakatan yang timbul.
Tahun
1924, berdirilah Syubbanul Wathan (pemuda tanah air) sebagai sintesa
antara gerakan Nahdlatul Wathan dan pemikiran tashwirul afkar.
Kelahiran organisasi ini dilatarbelakangi oleh semangat menyatukan para pemuda
waktu itu, juga di picu oleh organisasi pemuda kedaerahan (primordialistik)
seperti Jong Java, Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Sumatera dan lainnya. Syubbanul
Wathan sendiri digagas dan
dilahirkan oleh kader-kader yang digembleng oleh KH Wahab Chasbullah.
Organisasi ini diketuai oleh Abdullah Ubaid, wakil ketua Thohir Bakri, dan
Abdur Rahim sebagai sekretaris. Dalam waktu yang relatif singkat para pemuda di
Surabaya
berbondong-bondong masuk organisasi ini, bukan semata-mata karena ketokohan
pendirinya tetapi memang karena performa organisasi yang sangat maju untuk
ukuran organisasi pemuda saat itu. Dimana organisasi ini disamping berdakwah,
juga mengadakan kursur dan pelatihan bagi peningkatan kapasitas anggotanya yang
dipersiapkan sebagai kader pemimpin. Seiring dengan Syubbanul Wathan
juga lahir organisasi pemuda yang senafas yaitu Da’watus Syubban.
Namun
sejak kelahiran NO – pakai ejaan lama Nahdlatul Oelama- pada tahun 1926,
organisasi pemuda berbasis muslim tradisional ini kemudian mengendur, seiring
dengan banyaknya elite pengurus yang menjadi pengurus NO. Dan akhirnya karena
pada tahun 1930-an, Syubbanul Wathan dan Da’watus Syubban dimerger menjadi Nahdlatus Syubban
(Kebangkitan Pemuda) oleh para pemuda atas motivasi dari Abdullah Ubaid dan
Thohir Bakri. Nahdlatus Syubban ini diketuai oleh Umar Burhan. Pada
tahun 1931 lahirlah Persatuan Pemuda NO (PPNO) yang merupakan organisasi pemuda
dengan level nasional dan menjadi bagian dari Jam’iyyah NU, dan
organisasi ini langsung dibawah pimpinan Abdullah Ubaid. Pada tahun 1932 PPNO
di rubah menjadi Pemuda NO (PNU). Namun kemudian atas advis dan
inspirasi dari KH Wahab Chasbullah PNU di rubah dan disahkan menjadi Ansor
Nahdlatul Oelama (ANO) pada tahun 1934
dalam muktamar NU ke-9.
Pada
jaman penjajahan Jepang ANO dibubarkan oleh Gunseikanbu (pemerintah
militer Jepang) di Indonesia .
Dan kemudian mantan anggota ANO ini berkumpul membentuk lasykar Hizbullah yang
ikut merebut dan mempertahankan NKRI, Baru setelah revolusi fisik tahun 1945-1949 dan sesudah Belanda mengakui
kedaulatan Republik Indonesia, maka para tokoh ANO mulai berpikir kembaIi
tentang ANO. Dimulai dari ide dan inisiatif Mohammad Chusaini Tiway, tokoh ANO
Surabaya untuk mengadakan reuni pemuda mantan ANO.
Dalam
ajang reuni mantan ANO inilah kemudian tercetus keinginan untuk mengaktifkan
kembali ANO. Dan akhirnya lahirlah kesepakatan baru untuk menghidupkan kembali
organisasi ANO dengan nama baru: Gerakan Pemuda Ansor pada tanggal 14
Desember 1949, dan terpilih sebagai Ketua Umum pertama GP. Ansor adalah Chamid
Widjaja.
Di luar itu, yang menarik kemunculan Ansor
ini juga dibarengi dengan Barisan Ansor Serba Guna atau yang lebih akrab
disebut BANSER. Banser sendiri pada
mulanya adalah organisai kepanduan kelanjutan dari Pandu Ahlul Wathan.
Didirikan pertama kali dengan nama Banoe (Barisan Ansor Nahdlatul
Oelama) dalam Kongres II ANO di Malang. Sedang instruktur umum Banoe
adalah Mayor TNI Hamid Rusdi. Dan sejak saat itu perlahan-lahan Banoe didirikan
dicabang-cabang ANO. Peran Banoe ini juga mengalami stagnasi seiring
dengan mati surinya ANO. Baru kemudian setelah ANO berubah menjadi GP. Ansor
pada tahun 1949, Banoe pun ikut
menggeliat dan akhirnya kemudian berubah menjadi Barisan Ansor Serba Guna
(Banser). Barisan Ansor Serbaguna ini di desain sebagai kader inti Ansor, yang
diharapkan bisa berperan dalam bidang kepeloporan pemuda.
Disisi lain, ada beberapa setting yang
melatarbelakangi berdirinya Gerakan Pemuda Ansor, antara lain: Agama, politik
kenegaraan, dan Sosial Budaya
a. Latar belakang Agama
Kelahiran GP. Ansor memang
tidak bisa dipisahkan dari setting agama yang berkembang pada waktu itu,
seiring juga dengan lahirnya induk organisasinya yaitu Nahdlatul Ulama, meski
sebenarnya mempunyai alur sejarah awal yang berbeda dalam pendiriannya. Sudah
sangat dikenal dalam catatan sejarah tentang perdebatan bahkan pertentangan
antara golongan tradisional yang mempertahankan cara-cara beribadah tertentu
dengan golongan modernis yang ingin mengadakan purifikasi (pemurnian) agama.
Tradisi keagamaan yang dijalankan oleh ulama dan umat Islam tradisional
dianggap penuh dengan bid’ah dan khurafat.
Pendapat terakhir ini akibat dari masuknya paham Islam Wahabi ke Indonesia .
Untuk itu golongan Islam tradisionalis akhirnya bertahan dan kemudian bersatu
membentuk organisasi Nahdlatul Ulama, yang didalamnya terdapat tokoh-tokoh GP.
Ansor. Dari perspektif ini maka berdirinya GP. Ansor adalah untuk membentengi
ulama dari sengketa dan konflik baik fisik maupun non-fisik dengan kelompok di
luar NU. Namun tidak berarti hanya disitu saja, namun dari sudut pandang ini
juga berfungsi sebagai lembaga dakwah khususnya dikalangan pemuda.
b. Latar Belakang
Politik Kenegaraan
Kecintaan para pemuda Indonesia
terhadap negaranya, pada awalnya di dahului dengan keinginan untuk memerdekaan
diri dari penjajahan. Untuk itu perlu
dipersiapkan kader-kader bangsa yang bisa berperan untuk merebut,
mempertahankan dan mengisi kemerdekaan, sehingga kemudian embrio Ansor lahir,
mulai dari Nahdlatul Wathan, syubbanul wathan dan terakhir menjadi Ansor
Nahdlatul Oelama (ANO). Ketika jaman Jepang dan jman perang kemerdekaan
berubah ujud menjadi Laskar Hizbullah yang waktu itu merupakan gerakan
bersenjata dari Ansor, laskar ini berada di garda depan menghadapi penjajah
Jepang maupun Belanda. Setelah kemudian Indonesia merdeka dan kedaulatan RI
di akui oleh Belanda barulah kemudian Ansor yang kita kenal sat ini lahir
kembali. Dan menarikanya dalam catatan sejarah embrio Ansor lahir telebih
dahulu dibanding NU sebagai organisasi induknya. Kelahiran gerakan kepemudaan
yang nantinya menjadi Ansor ini mempunyai semangat nasionalisme par-excelent
bukan hanya sekedar berbicara tetapi juga terjun langsung merebut kemerdekaan.
Ini juga sejalan dengan NU yang menerapkan semangat non-cooperation
dengan penjajah waktu itu, namun Ansor memanifestaikan non-cooperation
dengan lebih rapi dan halus, meski kerap kali gerakan Ansor dituding oleh para
Ulama konservatif di NU sebagai gerakan yang epigon terhadap penjajah
hanya karena uniform dan media
Ansor yang relatif modern untuk waktu itu, bahkan sempat diusulkan oleh
golongan ulama konservatif ini untuk dibubarkan. Latar belakang politik
kenegaraan yang dilandasi oleh semangat nasionalisme dan patriotisme inilah
yang paling mengemuka latarbelakang berdirinya Ansor.
c.
Latar
Belakang Sosial Budaya
Kelahiran Ansor juga
diilhami oleh rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM) pemuda Indonesia pada jaman penjajahan.
Mereka tidak diberi kesempatan mengenyam pendidikan yang layak. Maka lahirlah
organisasi kepemudan yang menjadi embrio Ansor, yang program dan kegiatannya
berorientasi pada peningkatan kapasitas SDM anggota-anggotanya. Kursus-kursus
singkat dan pelatihan diadakan sehingga dengan cepat manarik minat pemuda Indonesia
waktu itu. Kelahiran Ansor memang diharapkan menjadi kawah condrodimuko
bagi pemuda Indonesia ,
untuk didik sebagai kader bangsa yang mempunyai jiwa nasionalisme yang kuat
dengan dasar Islam ala aswaja.
Ikhtitam
Harus diakui berdasarkan catatan
sejarah, secara institusional antara Gerakan Pemuda Ansor dan NU memiliki beberapa
akar historisitas yang berbeda. GP. Ansor awalnya adalah gerakan nasionalistik
kepemudaan yang dibungkus dengan baju Islam ala ahlussunnah waljma’ah.
Jadi awalnya yang mengemuka adalah semangat naionalisme dan patriotisme
kebangsaan, meski kemudian harus melebur menjadi bagian dari Nahdlatul
Ulama. Gerakan pemuda Ansor sendiri
merupakan perpaduan antara semangat agama (Islam paham Aswaja) dengan
nasionalisme dan patriotisme kebangsaan, dari sini dapat dipahami bahawa tugas
dan tanggungjawab utama Gerakan Pemuda Ansor adalah menjaga agama dan negara. (Hasan Abadi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar