Jumat, 27 Mei 2016

MENOLAK LUPA “GUS DUR DAN PANCASILA


Buku “Gus Dur dan Negara Pancasila” ini membuktikan keberanian moral dari seorang “guru bangsa” – Gus Dur – demi mempertahankan pendirian dan keyakinannya terhadap Pancasila. Penerbitnya – di dukung oleh sejumlah aktivis muda NU yang bergairah dan tak perlu diragukan militansinya sebagai penjaga garis belakang warisan pemikiran Gus Dur soal kedudukan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sorotan lampu kamera Kang Nur Khalik diarahkan pada pandangan Gus Dur tentang pentingnya mempertahankan ideologi Pancasila sebagai falsafah negara. Keutuhan, pelacakan yang sangat intens, dan kevalidan data dalam mengkaji pandangan Gus Dur – lebih khusus – soal Pancasila menjadi suatu keunggulan tersendiri.
Pernyataan Gus Dur yang juga menjadi kutipan dalam tulisan Kang Nur Khalik – “Tanpa Pancasila, negara akan bubar. Pancasila adalah seperangkat asa dan ia akan ada selamanya. Ia adalah gagasan tentang negara yang harus kita miliki dan perjuangkan. Dan Pancasila ini akan saya perjuangkan dengan nyawa saya. Tidak peduli apakah ia dikebiri oleh Angkatan Bersenjata atau dimanipulasi umat Islam.” Seolah menjadi salah satu bukti konkret Gus Dur semasa hidup sampai akhir hayat, perjuangan dan komitmennya tercurahkan pada Pancasila.
Gus Dur sangat mahfum Pancasila sebagai dasar negara dalam perjalanan historis Indonesia banyak menuai polemik dan perdebatan antara kelompok yang pro dan kelompok yang kontra terhadap Pancasila. Gus Dur juga mengakui polemik dan perdebatan tersebut mampu menimbulkan ketegangan. Namun ketegangan itu disebutnya sebagai “ketegangan kreatif” yakni, sikap kelapangan dada dan toleransi dalam lalu lintas kebangsaan yang kreatif serta mampu memajukan dan mengembangkan kualitas bangsa Indonesia.
Menurut Gus Dur, Pancasila bukan merupakan persoalan unik dan hanya di Indonesia. Di banyak negarapun, untuk merumuskan dan memantapkan dasar negara ada yang mengambil jalan dialog terbuka dan dialog dengan proses tawar-menawar yang sepi (silent bargainings). Di Indonesia yang terjadi adalah dengan silent bargainings pada kelompok elit. Alternatif yang diinginkan Gus Dur terkait ketegangan kreatif dalam merumuskan dan memantapkan Pancasila sebagai dasar negara ialah sebuah kelapangan dada dan toleransi sampai batas-batas tertentu dimana setiap kelompok tidak ada yang merasa ada konsesi berlebihan.
Paling layak disorot dan dijadikan bahan introspeksi adalah sejarah Indonesia di masa rezim Orde Baru, dengan Demokrasi berlabel Pancasilanya. Di sini tampak keluwesan Gus Dur dalam memandang Demokrasi. Gus Dur menyebutkan – Demokrasi itu politik yang nggak berhenti berkembang, penuh dinamika dan nggak ada demokrasi yang layak dan cocok. Tetapi yang terpenting harus setia dengan cita-cita ideal kita yakni bebas berbicara, berpendapat, dan berbeda pendapat.
Di samping itu, tampak juga ketegasan dan komitmen Gus Dur dalam membela Pancasila. Pancasila menurut Gus Dur sangat mungkin diselewengkan dan di salah tafsirkan oleh kelompok tertentu. Persoalannya singkatnya begini: Di kalangan pemerintah pada rezim Orde Baru mengartikan demokrasi sebagai kelembagaan seperti lembaga perwakilan tetapi pihak lain berbicara soal perilaku demokrasi. Bukti ketegasan Gus Dur – selalu mengajak kembali pada Pancasila dan UUD 1945, bahkan Gus Dur berani mempertaruhkan nyawa untuk Pancasila.
Peristiwa rezim Orde Baru terulang kembali saat ini dalam proses demokrasi Indonesia. Demokrasi kembali dikebiri dan ditafsirkan sebagai kelembagaan seperti lembaga perwakilan rakyat (DPR) oleh para kelompok elit. Banyak pendapat pakar yang sangat akademis dan bahkan cenderung sulit dicerna. Padahal Gus Dur sudah mengajarkan kepada kita untuk kembali pada Pancasila. Pertanyaannya, siapa yang berani mempertaruhkan nyawa seperti Gus Dur demi membela Pancasila?
Uraian-uraian selebihnya pada buku ini mencerminkan variasi pandangan dan sikap menolak yang ‘diungkapkan’ Gus Dur. Dan yang sangat menarik adalah Kang Nur Khalik mensarikan cita-cita Gus Dur yang masih harus dilanjutkan. Terakhir dari hemat penulis, para kelompok penguasa, pemerintah, dan segenap rakyat Indonesia ada baiknya kembali pada warisan dan pandangan Gus Dur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar