Sabtu, 21 Mei 2016

KH MA'RUF AMIN SALAH SATU DARI 10 TOKOH YANG DIPANGGIL JELANG DETIK-DETIK LENGSERNYA PRESIDEN SOEHARTO

Hari ini, Sabtu (21/5/2016), Pada tahun 1998 silam, terjadi peristiwa bersejarah yakni Mundurnya Presiden Soeharto. Peristiwa ini didahului oleh sejumlah dinamika yang mengikutsertakan sejumlah tokoh di era reformasi.
Salah satu momen yang penting untuk ditelusuri adalah saat Soeharto memanggil sejumlah tokoh untuk dimintai pendapat.

Tokoh-tokoh ini diundang ke Istana Negara oleh Soeharto pada 19 Mei 1998 atau dua hari menjelang pengunduran diri. Kesepuluh tokoh itu adalah Ketua Umum PBNU Abdurrahman Wahid, budayawan Emha Ainun Nadjib, Direktur Yayasan Paramadina Nucholish Madjid, dan Ketua Majelis Ulama Indonesia Ali Yafie.
Tak ketinggalan pula Prof Malik Fadjar dari Muhammadiyah, Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia Yusril Ihza Mahendra, KH Cholil Baidowi dari Muslimin Indonesia, Sumarsono dari Muhammadiyah, serta Achmad Bagdja dan Ma’aruf Amin dari Nahdlatul Ulama.
Ma’ruf Amin salah satu saksi sejarah yang kini menjabat sebagai Rais Aam Syuriyah PBNU menceritakan, dalam kondisi genting saat itu pemanggilan kesepuluh tokoh masyarakat dan ulama ke Istana Negara dimaksudkan oleh Soeharto untuk diajak berdiskusi mengenai eskalasi kekacauan yang meningkat.
Hal tersebut seiring aksi demo yang tak pernah henti dari berbagai elemen masyarakat di berbagai daerah. Maraknya aksi penjarahan dan kekerasan berbau sentimen etnis dan SARA pun memperparah keadaan. Pasalnya, hal tersebut sangat berdampak fatal jika tidak segera ditangani oleh pemerintah.
Ma’ruf Amin, salah satu saksi sejarah yang kini menjabat sebagai Rais Aam Syuriyah PBNU menceritakan, dalam kondisi genting saat itu pemanggilan kesepuluh tokoh masyarakat dan ulama ke Istana Negara dimaksudkan oleh Soeharto untuk diajak berdiskusi mengenai eskalasi kekacauan yang meningkat.
Hal ini seiring aksi demo yang tak pernah henti dari berbagai elemen masyarakat di berbagai daerah. Hal itu menurutnya makin diperparah dengan maraknya aksi penjarahan dan kekerasan berbau sentimen etnis dan SARA yang sangat berdampak fatal jika tidak segera ditangani oleh pemerintah.
Ma’ruf menambahkan, ketika memanggil para tokoh masyarakat ke Istana Negara hari itu, Soeharto terkesan sudah siap untuk meninggalkan jabatannya sebagai presiden yang telah dia duduki selama 32 tahun. Namun satu hal yang dikhawatirkan Soeharto adalah mengenai sosok pengganti, Wakil Presiden BJ Habibie.
Dalam pembicaraan dengan kesepuluh tokoh tersebut, lanjut Ma’ruf, Soeharto bahkan tidak ragu untuk menanyakan kebimbangannya perihal bagaimana mekanisme yang tepat untuk dirinya mengundurkan diri. Sebagian tokoh yang hadir menyarankan agar Soeharto langsung mengundurkan diri saja dengan menyatakannya langsung melalui pengumuman di hadapan publik.
Namun sebagian tokoh lainnya menyarankan agar dibuat sebuah mekanisme yang terlebih dahulu harus dibuat. Hal ini agar pengunduran diri Soeharto tidak menimbulkan kerancuan karena kondisi bangsa yang sedang terpuruk kala itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar