Sabtu, 21 Mei 2016

Islam Nusantara, Hari Santri, Bela Negara: 3 Jurus NKRI Perangi Kelompok Khilafah dan Radikal

Kasus 16 warga negara Indonesia (WNI) yang melepaskan diri dari rombongan tur di Turki untuk bergabung dengan kelompok Negara Islam Iraq dan Syria (ISIS) sungguh memprihatinkan. Hal tersebut semakin membenarkan bahwa ISIS merupakan ancaman nyata bagi Indonesia. Kelompok radikal itu telah melakukan perekrutan di wilayah Indonesia. Bisa jadi, selain 16 WNI yang akhirnya tertangkap di Turki itu, ada beberapa kelompok yang lolos dan telah bergabung dengan kelompok yang gencar menebar teror ke berbagai negara tersebut.

Bela NegaraGerakan ISIS tentu merugikan Islam. Sejumlah ormas Islam di Indonesia pun gerah dengan ulah ISIS itu. PP Muhammadiyah juga telah mengeluarkan pernyataan resmi yang menolak ISIS karena bertentangan dengan prinsip dan nilai-nilai ajaran lslam. Cara-cara kekerasan yang digunakan lSIS untuk mencapai tujuan sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan perdamaian, kesantunan, dan keadaban. Cara-cara itu juga dapat membawa kemunduran bagi masa depan peradaban.
Istilah Islam Nusantara yang dikembangkan Nahdlatul Ulama saat ini juga menunjukkan bahwa Islam yang dikembangkan para ulama di Indonesia selalu bisa berdampingan dengan siapa pun secara damai. Bahkan, saat ini banyak ulama dari Timur Tengah yang datang ke Indonesia untuk belajar mengenai konsep Islam Nusantara.
Kita tentu tetap waspada dengan berkembangnya radikalisme di Indonesia. Juga waspada dengan masuknya ISIS di negara ini. Masyarakat, ulama, santri, pemerintah, polisi, dan TNI harus bersama-sama membuat benteng untuk menjaga ukhuwah.
Kalau kita perhatikan dengan benar, mesin program revolusi mental sudah mulai bekerja, meski tidak dikoar-koarkan.
Salah satu cabang dari revolusi mental adalah konsep “Islam Nusantara”. Konsep Islam Nusantara ini diluncurkan supaya kita bisa memilah mana islam toleran dan mana islam radikal. Kemudian disusul program Hari Santri Nasional untuk merapatkan barisan para santri.
Kenapa agama Islam lebih diutamakan? Karena mayoritas penduduk negeri kita beragama Islam. Ketika mayoritas ini menjadi radikal, maka negara-pun terancam. Usaha-usaha untuk me-radikalisasi Islam di Indonesia ini jelas sekali terlihat dengan tumbuhnya media-media, organisasi-organisasi dan manusia-manusia yang bersumbu pendek dan cuti nalar. Mereka ini tidak sedikitpun memiliki nasionalisme untuk Indonesia, tetapi untuk Arab Saudi yang mereka klaim sebagai pemerintahan Khilafahnya. 
Triliunan rupiah dana Saudi mengalir ke Indonesia dalam bentuk pembangunan pesantren-pesantren, bantuan-bantuan kepada organisasi massa dan lain-lain. Dana besar mereka masuk dengan membawa program khilafah, yang isinya menjadikan Indonesia sebagai negara Islam dengan hukum syariat, yang tentunya syariat versi mereka. Program kerohanian Islam di sekolah-sekolah, masjid-masjid, majelis-majelis dan pengajian-pengajian menjadi sasaran utama penyebaran faham mereka. Budaya arab dipaksakan masuk ke Indonesia. Yang berbeda dengan mereka, dituding sesat dan kafir begitu juga dengan lambang negara kita. (Baca juga: Gerakan Khilafah Sekte Teroris, Mereka Ganggu Instabilitas Negara)
RadikalismeMelawan konsep radikalisasi Islam ini, negara menggandeng NU dan Muhammadiyah. Meski masih berbeda pandang dengan Muhammadiyah terhadap hari santri yang baru dicanangkan, tetapi NU sudah bergerak dengan menerjunkan santri-santrinya ke daerah yang rawan konflik. Mereka melakukan brain-storming terhadap konsep Islam Nusantara kepada muslim disana sampai mendirikan madrasah, supaya mereka tidak menjadi radikal. Inilah perang yang sudah berjalan. Perang pemikiran.
Salah satu cabang dari program revolusi mental adalah bela negara. Program ini mirip dengan yang dilakukan para santri, hanya targetnya adalah masyarakat umum yang tidak tersentuh para santri. Brain-storming terhadap wawasan kebangsaan dan menguatkan kembali nilai-nilai nasionalis yang pudar selama era reformasi. Rakyat diwajibkan kembali memahami apa itu negara kesatuan. Jika nasionalisme sudah mengakar kuat, maka rakyat tidak mudah diadu domba dengan isu-isu sektarian. Apalagi sekarang bahkan di sekolahpun ada pelarangan hormat bendera karena dianggap syirik. Bela negara tidak seperti wajib militer yang fokus pada pelatihan bersenjata. 
Inilah titik-titik penting yang pertama dilakukan negara untuk melawan infiltrasi asing yang ingin mengoyak kebangsaan kita. Kita belajar banyak dari jatuhya Libya, rusuhnya Suriah dan chaos di Irak.
Titik-titik revolusi mental di tempat lain belum tersentuh seperti korupsi, karena lembaga hukumnya sendiri masih penuh tikus-tikus berkerah putih. Saya menunggu langkah brilian untuk hal ini, dan saya yakin apa yang dilakukan Jokowi tidak ekstrim seperti yang dilakukan pemerintah China yang menyediakan peti mati. Langkah Jokowi ini biasanya lebih panjang dan memutar. Dia bukan model yang main pukul terus musuh terjengkang, karena musuh bisa saja bangkit dan memukul balik lebih keras.

Model Jokowi ini adalah memberi racun pelan-pelan sambil diajak makan dan tertawa ria, lama-lama musuhnya merasa tubuhnya sakit dan mati di tempat tidur dengan tersenyum. Tidak sempat lagi memikirkan kapan memberontak, karena ia merasa aman. Itulah cara yang dia lakukan dalam memberantas paham radikal di negeri ini dan akan dia lakukan dalam memberantas para tikus yang berdasi. Yang pasti, fokusnya pasti tikus di lembaga-lembaga hukum dulu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar